Kamis, 27 Oktober 2022

 

Peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah



             Guru sebagai seorang pendidik tidaklah cukup perhatiannya untuk mengajak melakukan yang baik. Terkadang guru juga tertantang untuk menstimulus perilaku anak yang kurang termotivasi untuk melakukan yang baik. Tak terbatas dengan itu juga guru memiliki tanggungjawab yang sulit ketika diperhadapkan dengan kondisi murid yang sering melakukan tindakan tindakan yang buruk. Konsep yang dibangun untuk sebuah harapan bagi murid yang berlaku demikian sangatlah rumit untuk memahaminya. Keadaan murid yang cenderung berbuat sesuka hatinya dan mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri.

            Guru dengan segala kelebihannya ditantang untuk menerapkan cara menuntun yang baik ketika anak kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Tuntunan yang berupa ajakan kembali ke jalan yang benar merupakan hal yang semestinya dipilih oleh seorang pendidik. Tuntunan yang dimaksud berkaitan dengan cara guru mengajak murid untuk menyakini bahwa dirinya tidak sedang dihukum ketika diajak untuk merenungi kembali jikalau melakukan perilaku yang kurang tepat. Tuntunan yang diharapkan berupa tuntunan yang sesuai dengan kodrat alam dan juga kodrat zamannya. Bagaimana seorang siswa mamahami bahwa dirinya hidup dan lahir dilingkungan alam dengan sosio kultural yang menjaga jati diri dalam suatu komunitas. Anak juga diajak bagaimana memahami budaya positif yang sesuai dengan kodrat zamannya.

            Budaya positif yanag berupa disiplin positif, motivasi perilaku manusia, dan keyakinan kelas sangat erat kaitannya dengan nilai dan peran guru penggerak. Disiplin yang mengharapkan seseorang bisa berbuat sesuai peraturan yang ada beralih menjadi keyakinan bersama untuk mengatur cara hidup dalam suatu lingkungan sekolah. Model keyakinan kelas merupakan cara keberpihakan guru terhadap murid. Kita melihat bahwa seorang guru dalam menerapkan dan menegakkan disiplin haruslah berihak kepada murid. Lebih khususnya dalam hal memperlakukan murid harus dilihat kodrat alamnya dan juga kodrat zamannya.

            Budaya positif juga menunjukkan hubungan cara untuk berpikir reflektif. Kekhususan berpikir reflektif dalam hal melihat suatu tindakan dengan tidak memojokan kesalahan murid. Kita juga harus bisa menempatkan diri pada posisi anak ketika melakukan kesalahan. Hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan semangat anak.

Terlebih lagi dengan segitiga restitusi yang merupakan pendekatan guru dalam menerapkan budaya positif. Seorang anak yang baik ketika melakukan kesalahan harus diajak untuk memahami identitasnya dengan mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Kemudian validasi tindakan yang salah berkaitan dengan guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami. Terakhir menanyakan keyakinan. Ini merupakan hal yang perlu dilakukan supaya anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

0 komentar:

Posting Komentar