Perangkat Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Subtopik Pengukuran.

Materi Pembelajaran

Reproduksi Aseksual pada Hewan.

Artikel Sagusablog

Belajar perkembangan teknologi pembelajaran melalui sagusablog.

Jumat, 16 Desember 2022

KONEKI ANTAR MATERI – MODUL 2.3

OLEH : DEFIFOR WIRA OLIYAMAN WARUWU, S.Pd

(GURU SMPN 5 IDANOGAWO)

CGP ANGKATAN 6 KABUPATEN NIAS


1. Kesimpulan dari pembelajaran yang saya peroleh.

Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Sesuai dengan filosofi Khijar Dewantara yang menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya.

Coaching merupakan peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Elemen-elemen penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa definisi coaching yang telah disajikan : a) Coaching merupakan sarana pemberdayaan potensi tujuan mengantar kan si caching dari kondisi yang di alami sekarang kekondisi baru yang lebih baik . b) Coaching adalah bentuk kemitraan antara coach dengan klien atau coachenya dijalankan melalu proses kreatif ditandai dengan eksplorasi, menanam ide ditujukan untuk memaksimal kan potensi personal dan professional si klien. c) proses coaching itu, mendengarkan secara aktif mengajukan pertanyaan berbobot memancing ide ide dan juga terutaman memfasilitasikan pertumbuhan dari si coachee tersebut ) coaching membantu sesorang belajar bukan mengajarinya.

Paradigma coaching antara lain 1) fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan dengan memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka. 2) bersifat terbuka dan ingin tahu terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah: a)berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain; b)mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional; c) tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu. Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. 3) memiliki kesadaran diri yang kuat yang dapat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. 4) melihat peluang baru dan masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.

Sedangkan prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Prinsip coaching yang pertama kemitraan, antara coach dengan coachee-nya hubungannya setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coach adalah rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Prinsip yang kedua adalah proses kreatif, ini dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee dan memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru. Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

Dalam proses coaching ini ada satu model yang biasa digunakan oleh seorang coach yaitu model TIRTA yang meliputi langkah-langkah: 1) Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; 2) Identifikasi masalah coachee; 3) Rencana aksi coachee; dan 4) Tanggung jawab/komitmen.

2. Refleksi

Setelah saya belajar materi coaching ini,saya sudah mencoba melakukan praktek sebagai coach, saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam mengatasi masalah dan membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada diri saya sendiri, apa yang bisa saya lakukan agar emosi saya tetap terkontrol?. Menurut saya disini lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan ketika saya menjadi coach di kelas saya.

Selama pembelajaran, saya sudah merasa mampu dalam menahan diri saya untuk tidak menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan mereka kebebasan berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu dengan pengaturan kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu ketertiban di kelas. Saya merasa berhasil dalam menerapkan keterampilan sosial emosional . Saya juga selalu berusaha menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.

Ketika pembelajaran di kelas, ada keterampilan yang menurut saya harus saya pelajari dan tingkatkan, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yang singkat padat dan jelas bagi murid murid saya. Kadang kala saya merasa saya masih mengajukan pertanyaan yang membingungkan sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dan menimbulkan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang saya maksud di pertanyaan ketika saya jadi coach. Saya jadi bertanya Apa yang dapat saya lakukan untuk mengefektifkan pertanyaan saya dan bisa menjadi pertanyaan berbobot? . Untuk itu, saya berusaha melakukan 2 tahap sebelum melemparkan pertanyaan yaitu dengan pressence / hadir penuh serta mendengarkan aktif ketika coachee saya bercerita, saya pun harus mampu mencari dan menciptakan waktu dan tempat yang nyaman untuk coachee saat coaching dilaksanakan.

3. Peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2.

Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk menuntun segala kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya. Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan belajar di sekolah.

Keterampilan coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk menggali kemampuan siswa dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi siswa. Begitupun dengan hubungan sosial dengan atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman pribadi.

Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik, dalam hal ini “KHD mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk tumbuh dengan baik”.

Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.

4. Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.

Seorang guru pengerak harus mampu berperan sebagai pemimpin pembelajara, yaitu pemimpin pembelajaran yang siap mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid. Semua akan bisa terlaksana dengan baik bila guru memiliki daya “handayani/memberdayakan. Memberdayakan segala potensi dan kondrat yang ada, maka seorang gurj mutlak membutuhkan keterampilan coaching ini sehingga guru mampu meng-Among atau menuntun murid menuju kodrat terbaiknya dalam meraih kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai pribadi maupun sekaligus sebagai anggota masyarakat.

Selain itu, bahwa salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain. Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus mampu menjadi mitra bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah. Guru penggerak juga mempunyai peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana seorang pemimpin tentu harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi akademik ketika di perlukan. Hubungan nya dengan kedua peran tersebut, ketika melakukan nya tentu seorang guru penggerak harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pembelajaran sosial emosional. Guru penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran sosial yang baik ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan keinginan untuk berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang Coach itu harus mampu menjadi pendengar setia ketika sang coachee sedang menyampaikan pemahamannya.

Demikian Koneksi Antar Materi terkait dengan pembelajaran modul 2.2 program guru penggerak angkatan 6 tentang coaching untuk supervise akademik. Semoga kita sebagai guru dapat menerapkannya di sekolah. 

Jumat, 25 November 2022

Aksi Nyata Budaya Positif

 


Kamis, 27 Oktober 2022

 

Peran Saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah



             Guru sebagai seorang pendidik tidaklah cukup perhatiannya untuk mengajak melakukan yang baik. Terkadang guru juga tertantang untuk menstimulus perilaku anak yang kurang termotivasi untuk melakukan yang baik. Tak terbatas dengan itu juga guru memiliki tanggungjawab yang sulit ketika diperhadapkan dengan kondisi murid yang sering melakukan tindakan tindakan yang buruk. Konsep yang dibangun untuk sebuah harapan bagi murid yang berlaku demikian sangatlah rumit untuk memahaminya. Keadaan murid yang cenderung berbuat sesuka hatinya dan mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri.

            Guru dengan segala kelebihannya ditantang untuk menerapkan cara menuntun yang baik ketika anak kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Tuntunan yang berupa ajakan kembali ke jalan yang benar merupakan hal yang semestinya dipilih oleh seorang pendidik. Tuntunan yang dimaksud berkaitan dengan cara guru mengajak murid untuk menyakini bahwa dirinya tidak sedang dihukum ketika diajak untuk merenungi kembali jikalau melakukan perilaku yang kurang tepat. Tuntunan yang diharapkan berupa tuntunan yang sesuai dengan kodrat alam dan juga kodrat zamannya. Bagaimana seorang siswa mamahami bahwa dirinya hidup dan lahir dilingkungan alam dengan sosio kultural yang menjaga jati diri dalam suatu komunitas. Anak juga diajak bagaimana memahami budaya positif yang sesuai dengan kodrat zamannya.

            Budaya positif yanag berupa disiplin positif, motivasi perilaku manusia, dan keyakinan kelas sangat erat kaitannya dengan nilai dan peran guru penggerak. Disiplin yang mengharapkan seseorang bisa berbuat sesuai peraturan yang ada beralih menjadi keyakinan bersama untuk mengatur cara hidup dalam suatu lingkungan sekolah. Model keyakinan kelas merupakan cara keberpihakan guru terhadap murid. Kita melihat bahwa seorang guru dalam menerapkan dan menegakkan disiplin haruslah berihak kepada murid. Lebih khususnya dalam hal memperlakukan murid harus dilihat kodrat alamnya dan juga kodrat zamannya.

            Budaya positif juga menunjukkan hubungan cara untuk berpikir reflektif. Kekhususan berpikir reflektif dalam hal melihat suatu tindakan dengan tidak memojokan kesalahan murid. Kita juga harus bisa menempatkan diri pada posisi anak ketika melakukan kesalahan. Hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan semangat anak.

Terlebih lagi dengan segitiga restitusi yang merupakan pendekatan guru dalam menerapkan budaya positif. Seorang anak yang baik ketika melakukan kesalahan harus diajak untuk memahami identitasnya dengan mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Kemudian validasi tindakan yang salah berkaitan dengan guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,  namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami. Terakhir menanyakan keyakinan. Ini merupakan hal yang perlu dilakukan supaya anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

Koneksi Antar Materi 



Pengalaman Reflektif Terkait Pengalaman Belajar. 
Belajar tentang budaya positif adalah hal yang menarik secara khusus bagi saya. Adalah sub modul yang membahas secara nyata bagaimana permasalahan yang terjadi dilingkungan sekolah. Saya sangat senang ketika hal ini dimulai dengan demonstrasi menggenggam rahasia dalam mengontrol diri dan juga orang lain. Secara khusus memberi gambaran bagaimana semestinya displin itu berubah dari memaksakan kehendak menjadi kenyakinan bersama. Bagaimana memandang realitas kebutuhan setiap orang yang berbeda menunjukkan apa yang mestinya kita toleransi untuk memahami pandangan orang lain tentang dunia. Saya merasa proses dan pengalaman belajar pada topic budaya positif ini sudah baik. Saya sangat terinspirasi sekali dengan beberapa konsep nilai kabajikan. Inspirasi tersebut ingin mencetaknya dalam bentuk yang bisa dipajang di dinding sekolah bahkan di rumah sendiri. Saya melihat hal ini dapat mendorong kita untuk melakukan dan memiliki nilai nilai kebajikan. Saya rasa hal ini sudah baik. Terkait dengan kompetensi dan kematangan diri pribadi, saya berpendapat bahwa saya belum matang memiliki sifat dan pemikiran budaya positif. Akan tetapi saya akan berusaha untuk menjadikan budaya positif ini menjadi budaya dalam mendidik generasi milenial ini dengan sepenuh hati. 

Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP 
Penerapan budaya positif hampir tidak bias dipastikan dapat berjalan dengan baik. Banyak hal menjadi tantangan tersendiri bagi guru, terkhusus pemimpin sekolah untuk menjalankan budaya positif. Hal menarik perhatian saya ketika murid tidak mudah untuk diajak berlaku sesuai keyakinan kelas. Bagaimana tindakan kita jikalau hal hal yang sama kembali terulang karena metode atau pendekatan yang tidak sesuai dengan lingkungan sosial murid. Belum lagi jika di lingkungan sekolah ada guru yang ringan tangan, suka menghukum, dan lain sebagainya. Bagaimana mengajak semua pihak untuk memahami bahwa disiplin merupakan budaya positif. Saya sangat setuju dengan pemikiran pemikiran bahwa semua perilaku memiliki tujuan. Kita tidak bisa mengontrol orang lain melainkan berkolaborasi dengan mereka. Dan jikalau tidak maka kita berusaha menyampaikan consensus consensus untuk berbagai pilihan baru yang akan dipilih oleh orang lain demi terwujudnya model berpikir menang menang. 

Membuat keterhubungan 
Pengalaman masa lalu mengingatkan kita bagaimana baiknya bertindak. Tidak harus hukuman fisik atau penghargaan yang berlebihan untuk mendisplinkan anak. Akan tetapi bagaimana anak anak bisa memahami potensi dirinya dan menghindari diri dari perilaku yang buruk. Saya sangat ingin belajar bagaimana menghilangkan kebiasaan lama yang menganggap masalah murid ini mudah dan penanganannya tidak butuh keahlian khusus. Saya berharap ada sebuah keyakinan baru yang dapat dikembangkan secara berkesinambungan untuk menciptkan budaya positif yang diterima semua orang sebagai keyakinan dalam menjalani kehidupan.

Selasa, 13 September 2022

 Kelas Konteks Lokal Ki Hajar Dewantara

            Pembelajaran di kelas merupakan hal yang biasa dilakukan oleh seorang guru. Pembelajaran yang berorientasi pada sebuah ruangan dengan susunan kursi, meja, papan tulis, dan beberapa asesoris-asesoris kelas lainnya tersusun dengan begitu rapi dan bersih. Guru yang datang dari pintu menuju meja guru dengan bangga menunjukkan kebolehannya akan pengetahuan yang terus diulang-ulang kepada lintasan generasi penerus. Dia cenderung duduk dan menunjuk buku dengan harapan peserta didik dapat nilai yang memuaskan. Sekolah seperti tempat untuk mengubah perilaku murid yang terkadang juga lupa kodrat dasar yang dimiliki seorang murid. Sekolah dengan pola mendidik yang cenderung mengutamakan pengetahuan umum dan teknologi tetapi sering lupa mengajarkan akan sosial budaya di daerahnya. 

Gambar Potret Guru (Kompasiana,com)

            Seorang guru sebaiknya bersifat sebagai seorang penuntun. Guru yang memiliki tanggungjawab bukan hanya mengajar saja, tetapi juga menuntun anak kepada takdirnya. Guru tidak lebih baik jika terus memberi ilmu dengan mengajar dan memaksakan diri untuk mengubah kodrat dasar yang dimiliki murid. Guru berfungsi untuk menebalkan takdir baik yang telah dituliskan bagi setiap murid. Banyak hal yang semestinya dipahami dari konteks sosial budaya murid sebagai bagian kodrat alam dan kodrat zamannya. Murid mestinya dididik sesuai latar belakang sosial budayanya dan juga mempertimbangkan apa yang sesuai dengan zamannya sekarang. 

Gambar Potret kelas dengan budaya bermain (Sekolahdasar.net)

            Pendidikan itu hanya suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa ‘kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya hidup dan tumbuhnya itu.