KONEKI ANTAR
MATERI – MODUL 2.3
OLEH : DEFIFOR
WIRA OLIYAMAN WARUWU, S.Pd
(GURU SMPN 5
IDANOGAWO)
CGP ANGKATAN 6
KABUPATEN NIAS
1. Kesimpulan dari pembelajaran yang saya peroleh.
Coaching
merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang
pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Keterampilan coaching perlu
dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar
mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Sesuai dengan filosofi Khijar Dewantara yang menekankan bahwa tujuan pendidikan
itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat
memperbaiki lakunya.
Coaching
merupakan peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali
potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang
disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan
bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.
Coaching sebagai kunci pembuka potensi
seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih
kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.
Elemen-elemen
penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa
definisi coaching yang telah disajikan : a) Coaching merupakan
sarana pemberdayaan potensi tujuan mengantar kan si caching dari kondisi yang
di alami sekarang kekondisi baru yang lebih baik . b) Coaching adalah bentuk
kemitraan antara coach dengan klien atau coachenya dijalankan melalu proses
kreatif ditandai dengan eksplorasi, menanam ide ditujukan untuk memaksimal kan
potensi personal dan professional si klien. c) proses coaching itu,
mendengarkan secara aktif mengajukan pertanyaan berbobot memancing ide ide dan
juga terutaman memfasilitasikan pertumbuhan dari si coachee tersebut ) coaching
membantu sesorang belajar bukan mengajarinya.
Paradigma coaching
antara lain 1) fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan
kita kembangkan dengan memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita
kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan.
Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat
membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka. 2) bersifat terbuka dan
ingin tahu terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan.
Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah: a)berusaha untuk tidak
menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain; b)mampu
menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional; c)
tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa
yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu. Agar kita dapat bersikap
terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau
dilakukan rekan kita. 3) memiliki kesadaran diri yang kuat yang dapat membantu
kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan
dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang
timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari
rekan kita. 4) melihat peluang baru dan masa depan. Coaching mendorong
seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang
masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong
seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita
berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita
berfokus pada masalah.
Sedangkan
prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi
coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”.
Prinsip coaching yang pertama kemitraan, antara coach dengan coachee-nya
hubungannya setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coach adalah
rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari
dirinya sendiri. Prinsip yang kedua adalah proses kreatif, ini dilakukan
melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee dan memetakan
dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru. Prinsip coaching yang
ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan
memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana
tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin
dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan
ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.
Dalam proses
coaching ini ada satu model yang biasa digunakan oleh seorang coach yaitu model
TIRTA yang meliputi langkah-langkah: 1) Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; 2)
Identifikasi masalah coachee; 3) Rencana aksi coachee; dan 4) Tanggung jawab/komitmen.
2. Refleksi
Setelah saya
belajar materi coaching ini,saya sudah mencoba melakukan praktek sebagai coach,
saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam mengatasi
masalah dan membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan
coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri
untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee
berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada diri saya sendiri, apa
yang bisa saya lakukan agar emosi saya tetap terkontrol?. Menurut saya disini
lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji
pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran
diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan ketika saya
menjadi coach di kelas saya.
Selama
pembelajaran, saya sudah merasa mampu dalam menahan diri saya untuk tidak
menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan mereka kebebasan
berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu dengan pengaturan
kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu ketertiban di kelas. Saya merasa
berhasil dalam menerapkan keterampilan sosial emosional . Saya juga selalu
berusaha menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka
berkeluh kesah yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan
santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang
dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang
sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.
Ketika
pembelajaran di kelas, ada keterampilan yang menurut saya harus saya pelajari
dan tingkatkan, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yang singkat
padat dan jelas bagi murid murid saya. Kadang kala saya merasa saya masih
mengajukan pertanyaan yang membingungkan sehingga menimbulkan perbedaan
persepsi dan menimbulkan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang saya maksud
di pertanyaan ketika saya jadi coach. Saya jadi bertanya Apa yang dapat saya
lakukan untuk mengefektifkan pertanyaan saya dan bisa menjadi pertanyaan
berbobot? . Untuk itu, saya berusaha melakukan 2 tahap sebelum melemparkan
pertanyaan yaitu dengan pressence / hadir penuh serta mendengarkan aktif ketika
coachee saya bercerita, saya pun harus mampu mencari dan menciptakan waktu dan
tempat yang nyaman untuk coachee saat coaching dilaksanakan.
3. Peran saya
sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan
materi sebelumnya di paket modul 2.
Melalui proses
coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk menuntun segala
kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya. Melalui proses coaching sebagai
seorang guru saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan
bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang
dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Melalui proses coaching
sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan
belajar di sekolah.
Keterampilan
coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk
menggali kemampuan siswa dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal
belajar maupun masalah pribadi siswa. Begitupun dengan hubungan sosial dengan
atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan
sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah
pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman
pribadi.
Sistem Among
yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam perannya bukan
satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk
melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah
satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam
pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan
kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu
peserta didik, dalam hal ini “KHD mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan
peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman
yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda
perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering
untuk tumbuh dengan baik”.
Selain itu
pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan,
Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan
menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan
diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif
dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah
didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.
4. Keterkaitan
keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin
pembelajaran.
Seorang guru
pengerak harus mampu berperan sebagai pemimpin pembelajara, yaitu pemimpin
pembelajaran yang siap mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid.
Semua akan bisa terlaksana dengan baik bila guru memiliki daya
“handayani/memberdayakan. Memberdayakan segala potensi dan kondrat yang ada,
maka seorang gurj mutlak membutuhkan keterampilan coaching ini sehingga guru
mampu meng-Among atau menuntun murid menuju kodrat terbaiknya dalam meraih
kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai pribadi maupun sekaligus
sebagai anggota masyarakat.
Selain itu,
bahwa salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain.
Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus mampu menjadi mitra
bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah. Guru penggerak juga mempunyai
peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana seorang pemimpin tentu harus
mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi akademik ketika di perlukan.
Hubungan nya dengan kedua peran tersebut, ketika melakukan nya tentu seorang
guru penggerak harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pembelajaran
sosial emosional. Guru penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran
sosial yang baik ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan
keinginan untuk berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang
Coach itu harus mampu menjadi pendengar setia ketika sang coachee sedang
menyampaikan pemahamannya.
Demikian Koneksi Antar Materi terkait dengan pembelajaran modul 2.2 program guru penggerak angkatan 6 tentang coaching untuk supervise akademik. Semoga kita sebagai guru dapat menerapkannya di sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar